Banjir merupakan fenomena alam yang biasa
terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara
sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu
kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut.
Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa
melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian
air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat
melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi dominan
ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Aliran Permukaan = Curah Hujan – (Resapan ke dalam tanah +
Penguapan ke udara)
Air hujan sampai di permukaan Bumi dan
mengalir di permukaan Bumi, bergerak menuju ke laut dengan membentuk alur-alur
sungai. Alur-alur sungai ini dimulai di daerah yang tertinggi di suatu kawasan,
bisa daerah pegunungan, gunung atau perbukitan, dan berakhir di tepi pantai
ketika aliran air masuk ke laut.
Secara sederhana, segmen aliran sungai itu dapat kita bedakan
menjadi daerah hulu, tengah dan hilir.
1. Daerah hulu: terdapat di daerah pegunungan, gunung atau
perbukitan. Lembah sungai sempit dan potongan melintangnya berbentuk huruf “V”.
Di dalam alur sungai banyak batu yang berukuran besar (bongkah) dari
runtuhan tebing, dan aliran air sungai mengalir di sela-sela batu-batu
tersebut. Air sungai relatif sedikit. Tebing sungai sangat tinggi. Terjadi erosi
pada arah vertikal yang dominan oleh aliran air sungai.
2. Daerah tengah: umumnya merupakan daerah kaki pegunungan,
kaki gunung atau kaki bukit. Alur sungai melebar dan potongan melintangnya
berbentuk huruf “U”. Tebing sungai tinggi. Terjadi erosi pada arah hizontal,
mengerosi batuan induk. Dasar alur sungai melebar, dan di dasar alur sungai
terdapat endapan sungai yang berukuran butir kasar. Bila debit air meningkat,
aliran air dapat naik dan menutupi endapan sungai yang di dalam alur, tetapi
air sungai tidak melewati tebing sungai dan keluar dari alur sungai.
3. Daerah hilir: umumnya merupakan daerah dataran. Alur sungai
lebar dan bisa sangat lebar dengan tebing sungai yang relatif sangat rendah
dibandingkan lebar alur. Alur sungai dapat berkelok-kelok seperti huruf “S”
yang dikenal sebagai “meander”. Di kiri dan kanan alur terdapat dataran
yang secara teratur akan tergenang oleh air sungai yang meluap, sehingga
dikenal sebagai “dataran banjir”. Di segmen ini terjadi pengendapan di kiri-dan
kanan alur sungai pada saat banjir yang menghasilkan dataran banjir. Terjadi
erosi horizontal yang mengerosi endapan sungai itu sendiri yang diendapkan
sebelumnya.
Dari karakter segmen-segmen aliran sungai itu,
maka dapat dikatakan bahwa :
1. Banjir merupakan bagian proses pembentukan daratan oleh aliran
sungai. Dengan banjir, sedimen diendapkan di atas daratan. Bila muatan sedimen
sangat banyak, maka pembentukan daratan juga terjadi di laut di depan muara
sungai yang dikenal sebagai “delta sungai.”
2. Banjir yang meluas hanya terjadi di daerah hilir dari suatu
aliran dan melanda dataran di kiri dan kanan aliran sungai. Di daerah tengah,
banjir hanya terjadi di dalam alur sungai.
Bagaimana manusia bisa kena banjir?
Untuk banjir yang secara langsung berkaitan
dengan aliran sungai, secara sederhana dapat kita katakan bahwa manusia dapat
terkena banjir karena:
1. Tinggal di dataran banjir. Secara alamiah, dataran banjir memang
tidak setiap dilanda banjir. Ada banjir tahunan, 5 tahunan, 10 tahunan, 25
tahunan, 50 tahunan atau bahkan 100 tahunan. Interval tersebut tidak mesti sama
untuk setiap sungai, dan hanya dapat diketahui bila dilakukan pengamatan jangka
panjang. Hal ini yang kadang tidak disadari oleh manusia ketika memilih lokasi
pemukiman. Apalagi bila pendatang yang tidak mengenal karakter suatu daerah di
sekitar aliranb sungai tertentu.
2. Tinggal di dalam alur sungai di segmen tengah. Karena banjir
kadang-kadang terjadi, maka kesalahan ini juga sering tidak disadari.
Di berbagai daerah di Indonesia, terdapat
kearifan lokal yang berkaitan dengan banjir ini. Mereka yang tinggal di daerah
yang rutin dilanda banjir, membangun rumah-rumah mereka dengan konstruksi rumah
berkaki atau rumah panggung.
Mengapa manusia yang salah?
Karena tanpa kehadiran manusiapun banjir yang
merupakan proses alam itu pasti terjadi. Menurut ilmu geologi, banjir seperti
itu telah lama berlangsung, yaitu sejak air terdia melimpah di Bumi, jauh
sebelum manusia hadir. Banjir itu merupakan suatu cara atau mekanisme yang
dengan cara itu Tuhan membangun dataran yang subur untuk kepentingan
manusia yang datang kemudian. Cara Tuhan membangun delta-delta sungai yang
besar yang dari dalamnya sekarang manusia mendapatkan minyak.
Jadi, agar tidak terkena banjir, sebelum
membangun rumah atau pemukiman, kita harus mengenal terlebih dahulu karakter
dari tempat yang akan kita pilih sebagai tempat tinggal. Tidak asal bangun do
sembarangan tempat.
Secara alamiah, banjir adalah proses alam yang
biasa dan merupakan bagian penting dari mekanisme pembentukan dataran di Bumi
kita ini. Melalui banjir, muatan sedimen tertransportasikan dari daerah
sumbernya di pegunungan atau perbukitan ke daratan yang lebih rendah, sehingga
di tempat yang lebih rendah itu terjadi pengendapan dan terbentuklah dataran.
Melalui banjir pula muatan sedimen tertransportasi masuk ke laut untuk kemudian
diendapkan diendapkan di tepi pantai sehingga terbentuk daratan, atau terus
masuk ke laut dan mengendap di dasar laut. Banjir yang terjadi secara alamiah
ini sangat ditentukan oleh curah hujan.
Perlu benar kita sadari bahwa banjir itu
melibatkan air, udara dan bumi. Ketiga hal itu hadir di alam ini dengan
mengikuti hukum-hukum alam tertentu yang selalu dipatuhinya. Seperti: air
mengalir dari atas ke bawah, apabila air ditampung di suatu tempat dan tempat
itu penuh sedang air terus dimasukkan maka air akan meluap, dan sebagainya.
Tetapi, manusia dapat juga menyebabkan banjir.
Bila air hujan turun dan sampai di permukaan
Bumi, sebagian air itu meresap ke dalam tahan dan membentuk air tanah,
sebagian lainnya mengalir di permukaan tanah sebagai aliran permukaan yang
secara umum terekspresikan sebagai aliran sungai, dan sebgaian kecil menguap
kembali. Secara alamiah, pada waktu-waktu tertentu, ketika curah hujan sangat
tinggi di musim hujan, aliran air permukaan menjadi sangat besar memebihi
kapasitas alur sungai sehingga tidak dapat tersalurkan dengan baik melalui
aliran sungai. Air meluap dan terjadilah apa yang kita sebut banjir.
Aliran permukaan = curah hujan – (peresapan
air + penguapan air)
Besarnya curah hujan dan penguapan air di
suatu kawasan adalah faktor yang ditentukan oleh kondisi alam dan manusia tidak
dapat mempengaruhinya. Manusia hanya dapat mempengaruhi peresapan air ke dalam
tanah.
Peresapan air ke dalam tanah ditentukan oleh
faktor-faktor berikut ini:
1. Kondisi tanah. Tanah berpasir yang gembur lebih mudah menyerap
air daripada tanah yang banyak mengandung lempung. Untuk faktor ini, manusia
dapat mengurangi peresapan air melalui cara pemadatan tanah, atau menutup
permukaan tanah dengan material yang kedap air seperti menutup permukaan tanah
dengan semen.
2. Kondisi permukaan tanah. Permukaan tanah yang ditumbuhi rumbut
atau belukar lebih banyak menyerap air daripada tanah yang tanpa rumput/belukar
atau rumput/belukarnya jarang. Manusia dapat mempengaruhi faktor ini dengan
cara memelihara rumput/belukar, atau menghilangkan rumput/belukar.
3. Besarnya kemiringan lereng permukaan tanah. Tanah dengan sudut
kemiringan lereng yang lebih kecil lebih mudah menyerap air daripada
tanah dengan sudut kemiringan lereng lebih besar. Manusia dapat mempengaruhi
faktor ini mengurangi kemiringan lereng, seperti dengan membuat lahan berteras.
4. Vegetasi penutup. Tanah yang banyak ditumbuhi pohon lebih banyak
menyerap air daripada tanah sedikit atau tidak ditumbuhi pohon. Manusia dapat
mempengaruhi faktor ini dengan menanam atau memelihara pohon untuk mengurangi
aliran permukaan, atau menebang pohon yang dapat meningkatkan aliran permukaan.
Perlu kita ingat bahwa ke-empat faktor
tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan dapat berkaitan satu sama lain.
Sebagai contoh: apabila kita memiliki lahan yang berlereng dan kita ingin
meningkatkan banyaknya air yang meresap di lahan itu atau mengurangi aliran
permukaan, maka kita dapat melakukannya dengan menanaminya dengan pohon-pohon
atau membuatnya berteras-teras. Contoh sebaliknya, apabila ada lahan miring
bervegetasi, seperti lereng gunung yang berhutan, jumlah air yang mengalir
sebagai air permukaan akan meningkat apabila kita menebang pohon-pohon itu.
Pada contoh yang terakhir inilah, maka banjir tidak lagi murni alamiah, tetapi
telah dipengaruhi oleh campur tangan manusia.
Manusia dapat memilih takdirnya.
Karena manusia dapat mempengaruhi debit aliran
permukaan dan dapat mempelajari karakter aliran sungai, maka berkaitan dengan
banjir kita dapat mengatakan bahwa manusia dapat memilih takdirnya sendiri.
Apabila kita tidak ingin terkena banjir maka
perlu melakukan hal-hal berikut ini:
1. Jangan bertempat tinggal di daerah yang secara alamiah merupakan
tempat penampungan air bila aliran sungai meluap, seperti di dataran tepi
sungai yang akan dilalui oleh air sungai bila debitnya meningkat, di dataran
banjir di sepanjang aliran sungai yang akan digenangi air bila air sungai
meluap ketika curah hujan tinggi di musim hujan, atau di rawa-rawa.
2. Jangan merusak hutan di daerah peresapan air di pegunungan atau
perbukitan, karena lahan yang terbuka akan meningkatkan aliran permukaan yang
menyebabkan banjir di waktu yang sebenarnya tidak terjadi banjir, atau
memperhebat banjir yang biasanya terjadi.
3. Menjaga alur tetap baik sehingga aliran air sungai lancar.
Alur sungai yang menyempit atau terbendung akan menyebabkan banjir.
4. Untuk daerah pemukiman atau perkotaan, kita harus menjaga
saluran drainase agar tetap baik dan tidak tersumbat sehingga dapat berfungsi
sebagaimana mestinya menyalurkan air hujan yang turun atau menyalurkan aliran
permukaan ke sungai-sungai atau saluran yang lebih besar.
Itulah hal-hal yang perlu dilakukan agar
manusia tidak terkena banjir atau memilih takdirnya untuk tidak kena banjir.
Perlu Kerjasama.
Untuk dapat memilih takdir tidak terkena
banjir, manusia tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus bekerjasama. Skala
kerjasama bisa dalam satu komplek pemukiman, satu kota, satu DAS (Daerah Aliran
Sungai) dan bahkan harus seluruh umat manusia.
Kerjasama seluruh umat manusia di bumi ini
diperlukan untuk dapat menghadapi banjir yang disebabkan oleh perubahan iklim
global. Dengan kata lain, diperlukan kerjasama internasional untuk
menghadapinya.
Kerjasama seluruh manusia yang tinggal di
suatu DAS diperlukan untuk dapat mengatasi masalah banjir yang melibatkan suatu
sistem tata air yang melibatkan suatu DAS.
Untuk banjir yang terjadi di suatu kawasan
pemukiman atau kota karena buruknya drainase, maka perlu kerjasama seluruh
penghuni pemukiman atau kota tersebut dalam arti yang seluas-luasnya, baik itu
kerjasama antar anggota masyarakat, kerjasama antara masyarakat dan pemerintah,
dan kerjasama antar instansi pemerintah, serta kerjasaman antara eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Misalnya: apabila masyarakat dihimbau tidak membuang
sampah sembarangan, tentu pemerintah harus menyediakan tempat pembuangan sampah
yang memadai dan selalu mengangkutnya ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir); bila
DinasKebersihan membutuhkan tambahan armada pengangkut sampah maka Pemerintah
harus memenuhinya; dan sebagainya.
Banjir adalah salah satu proses alam yang
tidak asing lagi bagi kita. Kita dapat melihat banjir sebagai rahmat
Tuhan atau sebagai bencana, tergantung pada pilihan kita sendiri. Sebagai
proses alam, banjir terjadi karena debit air sungai yang sangat tinggi hingga
melampaui daya tampung saluran sungai lalu meluap ke daerah sekitarnya. Debit
air sungai yang tinggi terjadi karena curah hujan yang tinggi. Sementara itu,
banjir juga dapat terjadi karena kesalahan manusia.
Sebagai proses alam, banjir adalah hal yang
biasa terjadi dan merupakan bagian dari siklus hidrologi. Banjir
tidak dapat dihindari dan pasti terjadi. Hal ini dapat kita lihat dari adanya
dataran banjir pada sistem aliran sungai. Saat banjir, terjadi transportasi
muatan sedimen dari daerah hulu sungai ke hilir dalam jumlah yang luar biasa.
Muatan sedimen itu berasal dari erosi yang terjadi di daerah pegunungan atau
perbukitan. Melalui mekanisme banjir ini, muatan sedimen itu disebarkan
sehingga membentuk dataran. Perlu kita ingat, bahwa daerah persawahan kita
hakikatnya terbentuk melalui mekanisme banjir ini. Tanpa mekanisme banjir ini,
dataran rendah yang subur tidak akan terbentuk.
Banjir dapat berarti peremajaan kembali
daerah-daerah persawahan. Daerah itu mendapat kembali suplai zat hara yang baru
dari pegunungan atau perbukitan. Dengan kata lain, melalui mekanisme banjir
ini, daerah persawahan mengalami penyuburan kembali secara alamiah.
Banjir juga berarti masuknya zat-zat hara atau
nutrien – dalam bentuk senyawa kimia fosfat dan nitrat, dari daratan ke
perairan dalam jumlah yang sangat besar. Hadirnya zat hara di perairan laut
menyebabkan perairan menjadi subur. Fosfat dan nitrat adalah dua senyawa kimia
yang penting bagi pembentukan material organik (karbohidrat) melalui proses
fotosintesis oleh fitoplankton atau sintesa kimia oleh bakteri.
Dalam skala yang lebih besar, banjir-banjir
itu membentuk delta di muara-muara sungai, dan mengalirkan muatan sedimen ke
laut yang akhirnya menjadi lapisan-lapisan batuan sedimen. Dari delta-delta dan
lapisan-lapisan batuan itu manusia mendapatkan berbagai hal untuk kehidupannya.
Sebagai contoh, minyak bumi banyak kita dapatkan dari endapan delta.
Banjir memberikan suplai muatan sedimen yang
besar dari daratan ke laut. Selain membentuk delta seperti yang disebutkan di
atas, dengan bantuan aktifitas gelombang, sedimen yang dikirim dari daratan itu
dapat membentuk daratan sehingga kita mendapatkan daratan di sepanjang pantai.
Banjir yang pada hakekatnya proses alamiah
dapat menjadi bencana bagi manusia bila proses itu mengenai manusia dan
menyebabkan kerugian jiwa maupun materi. Dalam konteks sistem alam, banjir
terjadi pada tempatnya. Banjir akan mengenai manusia jika mereka mendiami
daerah yang secara alamiah merupakan dataran banjir. Jadi, bukan banjir yang
datang, justru manusia yang mendatangi banjir.
Apabila hal tersebut dapat kita terima, maka
bencana banjir yang dialami manusia sebenarnya adalah buah dari kegagalan manusia
dalam membaca karakter alam. Kegagalan manusia membaca apakah suatu daerah aman
atau tidak untuk didiami. Misalnya, kegagalan manusia membaca karakter suatu
daerah sehingga tidak mengetahui daerah tersebut merupakan daerah banjir. Atau,
sudah mengetahui daerah tersebut daerah banjir tetapi tidak peduli. Contoh ini
bisa kita lihat dari orang-orang yang memilih tinggal di tepi aliran sungai
atau di lembah-lembah sungai.
Menghadapi masalah banjir, setidaknya kita
memiliki tiga pilihan, yaitu: jangan mendiami daerah aliran banjir, beradaptasi
dengan membuat rumah panggung berkaki tinggi, atau membuat pengendali banjir
berupa tanggul, kanal, atau mengalihkan aliran air.
Selain itu, kita juga harus memahami
karakteristik banjir. Ada banjir tahunan, 5 tahunan, 10 tahunan, 25 tahunan, 50
tahunan dan seterusnya. Pengenalan karakter ulangan itu hanya dapat dilakukan
dengan pengamatan yang panjang dan studi yang luas.
Banjir akibat kesalahan manusia setidaknya
disebabkan oleh dua hal; pengelolaan daerah hulu sungai yang buruk, dan
pengelolaan drainase yang buruk. Dalam siklus hidrologi, daerah hulu sebenarnya
adalah daerah resapan air. Pengelolaan daerah hulu yang buruk menyebabkan air
banyak mengalir sebagai air permukaan yang dapat menyebabkan banjir. Pengelolaan
drainase yang buruh terjadi berkaitan dengan pengembangan daerah pemukiman atau
aktivitas lainnya. Akibat buruknya drainase, air permukaan tidak dapat mengalir
dengan baik sehingga menggenang menjadi banjir.
Banjir dapat terjadi di kawasan perkotaan,
seperti di Jakarta dan Bandung.
Tentu kemudian yang menjadi pertanyaan adalah
mengapa banjir dapat terjadi di kota?
Telah kita pahami bahwa banjir adalah fenomena
alam yang berupa tergenangnya permukaan bumi atau daratan oleh massa air.
Sementara itu, kehadiran air di suatu daerah berkaitan erat dengan sistem
drainasi di daerah tersebut, baik itu drainasi alamiah yang berupa aliran
sungai, maupun drainase buatan yang berupa saluran buatan atau parit-parit.
Banjir terkait Aliran Sungai
Untuk kota yang dilalui aliran sungai, maka
banjir dapat terjadi karena meluapnya aliran sungai. Keadaan ini umumnya
terjadi di musim hujan dan berkaitan dengan sistem Daerah Aliran Sungai yang
lebih luas, yang mencakup kawasan lain di luar kawasan kota yang dilalui oleh sungai
tersebut. Untuk Jakarta, banjir seperti ini berkaitan dengan hujan yang terjadi
di Bogor yang merupakan daerah tangkapan air dari sungai-sungai yang melalui
Jakarta. Bila curah hujan sangat tinggi, maka banjir dapat melanda kawasan kota
yang sangat luas.
Pada skala yang lebih kecil, banjir di kota
yang berkaitan dengan aliran sungai ini terjadi hanya terbatas di dalam kawasan
lembah alur sungai. Banjir jenis ini hanya dialami oleh mereka yang bertempat
tinggal di dalam lembah alur sungai.
Banjir terkait Sistem Drainase Kota
Sistem drainase perkotaan dibuat dengan tujuan
untuk menyalurkan air permukaan yang muncul di kawasan perkotaan pada saat
hujan ke aliran sungai yang kemudian menyalurkannya ke laut, atau dari kota
langsung ke laut. Banjir di kota tidak hanya terjadi karena meluapnya
aliran sungai, tetapi dapat juga terjadi karena sistem drainase kota yang
buruk, sehingga air permukaan yang muncul di kota pada saat hujan tidak dapat
segera disalurkan ke dalam sistem aliran sungai atau langsung ke laut, sehingga
akhirnya air permukaan itu menjadi air banjir yang menggenangi kawasan-kawasan
kota dalam berbagai skala. Keadaan seperti ini sangat terasa di Jakarta. Baru
hujan sebentar saja telah terjadi genangan air di mana-mana.
Banjir karena buruknya drainase kota ini dapat
terjadi di kota yang terletak di dataran rendah seperti Jakarta, maupun kota di
dataran tinggi seperti Ungaran dan Bandung.
Bisakah Kita Mengatasinya?
Bisa. Agar tidak terkena banjir karena air
yang memenuhi alur sungai, seyogyanya kita tidak tinggal di dalam lembah
sungai.
Agar tidak terkena banjir karena buruknya
sistem drainase, (1) sistem drainase kota harus diperbaiki. Dan, (2) sistem
pengelolaan sampah kota diperbaiki agar sampah tidak masuk ke dalam sistem
drainase kota. Juga (3) kegiatan pembanguna fisik kota diawasi agar tidak
merusak sistem drainase kota yang telah ada. Dapat juga (4) dibuat sistem
peresapan air permukaan buatan.
Untuk banjir karena meluapnya aliran sungai,
persoalannya tidak sederhana karena menyangkut masalah pengelolaan Daerah
Aliran Sungai yang berada di dalam lebih dari satu administrasi pemerintahan.
Banjir karena meluapnya aliran sungai ini adalah fenomena alamiah dan kita
tidak dapat mencegahnya terjadinya.
Adapun yang dapat kita lakukan adalah mengurangi
intensitasnya dengan mengelola sistem aliran sungai, seperti dengan (1) menjaga
aliran sungai tetap pada kondisinya yang terbaik untuk menyalurkan air
(mengeruknya bila banyak endapan sedimen di dalamnya, atau tidak melakukan
pembangunan fisik yang mempersempit atau menutup aliran sungai).
Hal lain yang dapat dilakukan adalah (2)
memperbaiki daerah tangkapan air di kawasan hulu agar dapat berfungsi optimal
menanggap air hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Bisa juga (3) membuat
bendungan untuk pengendalian banjir di kawasan hulu atau tengah daerah aliran
sungai. Bisa pula membuat kanal penyalur air banjir yang dapat mempercepat
aliran sungai ke laut.
Mungkin kita tidak bermaksud melakukan
tindakan yang merusak atau membuat orang lain sengsara. Tetapi, bila kita
melakukan tindakan tanpa perhitungan yang baik, apa yang tidak kita inginkan
itu bisa saja terjadi. Atau, yang kita inginkan A misalnya, tetapi B yang kita
dapatkan karena salah perhitungan atau kecerobohan.
Nampaknya, itulah yang terjadi di Morowali
beberapa waktu yang lalu.
Inilah kisahnya:
Kabupaten Morowali memiliki potensi lahan
untuk perkebunan sawit, tambang nikel, emas dan galian C. Karena banyaknya
warga yang miskin di daerah pemekaran Kabupaten Poso, Bupati Morowali, Anwar
Hafid, mendatangkan investor ke Morowali. Salah satu syarat untuk mengeluarkan
izin pembukaan kebun sawit adalah perusahaan bersedia membangun pabrik minyak
sawit mentah. Diharapkan, apabila perkebunan sudah berjalan dan pabrik
dibangun, maka bisa menyerap tenaga kerja.
Terkait pembukaan lahan itu, diakui oleh
Bupati memang ada masalah lingkungan, tetapi katanya sudah diselesaikan dengan
duduk bersama pihak pemegang izin. Tentang masalah lingkungan telah ditekankan
agar pembukaan perkebunan atau tambang tidak boleh dilakukan di daerah yang
bisa membahayakan masyarakat.
Niat mensejahterakan warga dengan mengundang
investor memang membuahkan hasil. Kehidupan berubah di Desa Solonsa Jaya,
Kecamatan Witaponda yang berada di daerah hulu. Tidak sedikit petani sawit desa
tersebut menikmati hidup mapan. Mereka yang pada mulanya hanya memiliki rumah
berdinding papan dan berlantai tanah, menjadi memiliki rumah tembok berlantai keramik
dilengkapi peralatan elektronik. Mereka mampu menyekolahkan anaknya keperguruan
tinggi, mengusahakan kios bahan pokok, dan naik haji. Namun, kesejahteraan itu
hanya dinikmati mereka yang berada di daerah hulu.
Kisah yang sebaliknya terjadi di daerah
hilir.Warga yang tinggal di daerah hilir menjadi langganan banjir setiap tahun,
seperti Moloenono, Togo, Togo Mulya, Bunta, One, Pute, Tompira,
Sampalowo, Koromatantu, dan Modowe. Banjir disebabkan oleh luapan sungai Laa
yang rusak hulunya akibat perubahan areal hutan menjadi perkebunan.